Diantara para nabi dan rasul yang diutus oleh Allah SWT untuk menyebarkan ajaran dan risalah ilahiyah, Nabi Muhammad SAW adalah satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi. Hanya dengan waktu yang relative singkat, tidak lebih dari 23 Tahun, masyarakat Arab jahiliyah berubah menjadi masyarakat arab dalam tuntunan hidayah. Keberhasilan dakwah Nabi ini tidak lepas dari cara dan metode yang dilkukannya dalam mengajak manusia kepada jalan risalah Ilahiyah.
Berikut ini Rahasia sukses dakwah Nabi dalam menyebarkan ajaran Islam:
- 1. Al-Tabsyir Wal Indzar. Tabsyir artinya memberi kabar gembira tentang rahmat dan karunia Allah yang akan diturunkan kepada orang yang mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Indzar, artinya menakut – nakuti atau memberi peringatan ancaman bagi orang – orang yang tidak mau melakukan ajaran islam.
Allah berfirman :
“Dan tidaklah kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk memberi kabar gembira dan menakut- nakuti (memberi peringatan ancaman). (Bani Isroil: 105)
- Al-rifqu wallin (tutur kata yang lemah lembut)
Di antara karakteristik dakwah Nabi saw, beliau dalam menjalankan dakwa bersikap kasih sayang dan lemah lembut. Sikap ini beliau lakukan terutama apabila beliau menghadapi orang-orang yang tingkat budayanya masih rendah. Misalnya, ketika ada seorang badui yang kencing di masjid, para Shahabat bermaksud mengusirnya, tetapi Nabi saw justru membiarkannya sampai ia selesai buang air. Sesudah itu beliau maiyuruh para Shahabat untuk mengambil air dan menyiramkamya pada tempat yang dikencingi badui tadi. Kemudian Nabi saw bersabda, “Kalian diutus untuk mempermudah, bukan untuk mempersulit.
Membiarkan orang mengencingi lantai masjid yang biasa dipakai untuk salat tampaknya memang sulit dipahami oleh para Shahabat pada saat itu. Tetapi begitulah sikap Nabi saw menghadapi orang yang tingkat budayanya masih rendah. Sementara sebagian ulama menganalisis, seandainya Nabi saw tidak membiarkan orang badui tadi merampungkan kencingnya, niscaya ia akan lari karena diusir para Shahabat. Dan ini akan berakibat air kencingnya terpencar ke mana-mana sehinga lebih mengotori masjid. Atau, ia akan segera menahan kencingnya, dan ini tentu akan membahayakan kesehatannya.
Namun bagaimanapun, seandainya pengusiran itu terjadi, maka secara psychologis orang badui pedesaan yang tepatnya bernama Dzulkhuwaishirah al-Yamani itu akan merasa terpukul mentalnya sehingga ia menjadi antipati dengan Nabi saw berikut seluruh ajarannya. Sebab boleh jadi ia tidak tahu apabila lantai masjid yang pada waktu itu masih berupa tanah itu tidak boleh dikencingi.
Dan itu adalah salah satu contoh saja dari sikap-sikap Nabi saw yang lemah lembut dalam berdakwah. Selain itu masih banyak lagi contoh-contoh di mana Nabi saw bersikap seperti itu. Dan itulah yang menjadikannya dipuji oleh Allah dalam firman-Nya:
Maka disebabkan rahmat Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (Ali ‘Imran, 159).
Dan sebagai salah satu karakteristik dakwah, sikap kasih sayang dan lemah lembut baik dalam perlakuan maupun tutur kata ini tidak hanya dilakukan oleh Nabi Muhammad saw saja, tetapi juga menjadi perilaku Nabi-nabi sebelumnya. Bahkan kepada orang yang mengaku tuhan pun Allah memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun untuk bertutur kata yang lembut. Yaitu dalam firman-Nya:
Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, karena sesungguhnya ia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan tutur kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau takut. (Thaha, 43-44).
- Memberikan kemudahan (al-Taisir)
Agama Islam yang didakwahkan Nabi Muhammad saw sarat dengan kemudahan-kemudahan. Banyak aturan-aturan di dalamnya yang oleh sementara orang dianggap menyulitkan, ternyata tidak demikian. Orang yang tidak dapat menjalankan salat dengan berdiri, ia boleh salat dengan duduk. Apabila salat dengan duduk pun tidak dapat, maka ia boleh salat dengan berbaring. Begitu pula dalam hal bersuci, apabila ia tidak mendapatkan air, atau secara medis dilarang menggunakan air, ia boleh bersuci dengan tayammum.
Begitulah, Islam mengenal adanya dispensasi (rukhshah), yaitu kemudahan-kemudahan yang diperoleh karena adanya sebab-sebab tertentu. Bahkan dalam keadaan darurat, babi yang haram dimakan itu justru wajib dimakan. Namun demikian Islam melarang pemeluknya untuk mempermudah dalam menjalankan agamanya. Sementara Nabi Muhammad saw dalam menjalankan dakwahnya juga banyak memberikan petunjuk-petunjuk agar manusia memperoleh kemudahan-kemudahan. Shahabat Anas bin Malik yang pernah lama menjadi pelayan Nabi saw, menuturkan bahwa Nabi saw pernah bersabda, “Permudahlah urusan orang-orang yang kalian hadapi dan jangan mempersulit mereka. Berikanlah kabar-kabar yang menggembirakan, dan jangan membuat mereka lari meninggalkan kalian.
Salah satu contoh kemudahan yang diberikan Nabi saw dalam berdakwah adalah kisah yang dituturkan oleh ‘Amr bin al-‘Ash sebagai berikut. Pada waktu terjadi perang Dzat al-Salasil, pada malam yang sangat dingin ia bermimpi bersenggama sehingga mengeluarkan sperma. Setelah bangun pada pagi hari, ia berpikir, seandainya ia mandi junub menjelang salat Subuh, ia khawatir jatuh sakit, bahkan mungkin bisa mati karena suhu sangat dingin dan tidak ada pemanas. Akhirnya ia putuskan untuk tidak mandi, melainkan hanya bertayammum. Kemudian ia salat berjamaah bersama para Shahabat yang lain.
Setelah selesai salat, Nabi saw diberitahu bahwa ‘Amr bin al-‘Ash tadi salat dalam keadaan junub. Beliau lalu memanggil ‘Amr dan bertanya, “Hai ‘Amr, benarkah kamu tadi salat berjamaah sementara kamu masih dalam keadaan junub?” Untuk menjawab pertanyaan ini ‘Amr menjelaskan alasan-alasannya, mengapa ia tadi tidak mandi, seraya mengutip firman Allah:
Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, karena sesung-guhnya Allah itu Maha Penyayang kepada kalian. (al-Nisa, 29).
Mendengar jawaban itu Nabi saw hanya tertawa dan tidak berkomentar apa-apa. Dan tertawa beliau ini menunjukkan beliau merelai apa yang dilakukan ‘Amr tadi.
- Al-Afuwwu wa al-shafhu (memaafkan orang lain )
Akhlak memaafkan Nabi saw dalah suatu akhlak yang tiada tara bandingannya sebagai contoh adalah:
Seorang lelaki Arab bernama Tsumamah bin Itsal dari Kabilah Al Yamamah pergi ke Madinah dengan tujuan hendak membunuh Nabi saw. Segala persiapan telah matang, persenjataan sudah disandangnya, dan ia pun sudah masuk ke kota suci tempat Rasulullah tinggal itu. Dengan semangat meluap-luap ia mencari majlis Rasulullah, langsung didatanginya untuk melaksanakan maksud tujuannya. Tatkala Tsumamah datang, Umar bin Khattab ra. yang melihat gelagat buruk pada penampilannya menghadang. Umar bertanya, “Apa tujuan kedatanganmu ke Madinah? Bukankah engkau seorang musyrik?”
Dengan terang-terangan Tsumamah menjawab, “Aku datang ke negri ini hanya untuk membunuh Muhammad!”. Mendengar ucapannya, dengan sigap Umar langsung memberangusnya. Tsumamah tak sanggup melawan Umar yang perkasa, ia tak mampu mengadakan perlawanan. Umar berhasil merampas senjatanya dan mengikat tangannya kemudian dibawa ke masjid. Setelah mengikat Tsumamah di salah satu tiang masjid Umar segera melaporkan kejadian ini pada Rasulullah.
Rasulullah segera keluar menemui orang yang bermaksud membunuhnya itu. Setibanya di tempat pengikatannya, beliau mengamati wajah Tsumamah baik-baik, kemudian berkata pada para sahabatnya, “Apakah ada di antara kalian yang sudah memberinya makan?”.
Para shahabat Rasul yang ada disitu tentu saja kaget dengan pertanyaan Nabi. Umar yang sejak tadi menunggu perintah Rasulullah untuk membunuh orang ini seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari Rasulullah. Maka Umar memberanikan diri bertanya, “Makanan apa yang anda maksud wahai Rasulullah? Orang ini datang ke sini ingin membunuh bukan ingin masuk Islam!” Namun Rasulullah tidak menghiraukan sanggahan Umar. Beliau berkata, “Tolong ambilkan segelas susu dari rumahku, dan buka tali pengikat orang itu”.
Walaupun merasa heran, Umar mematuhi perintah Rasulullah. Setelah memberi minum Tsumamah, Rasulullah dengan sopan berkata kepadanya, “Ucapkanlah Laa ilaha illa-Llah (Tiada ilah selain Allah).” Si musyrik itu menjawab dengan ketus, “Aku tidak akan mengucapkannya!”. Rasulullah membujuk lagi, “Katakanlah, Aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muhammad itu Rasul Allah.” Namun Tsumamah tetap berkata dengan nada keras, “Aku tidak akan mengucapkannya!”
Para sahabat Rasul yang turut menyaksikan tentu saja menjadi geram terhadap orang yang tak tahu untung itu. Tetapi Rasulullah malah membebaskan dan menyuruhnya pergi. Tsumamah yang musyrik itu bangkit seolah-olah hendak pulang ke negrinya. Tetapi belum berapa jauh dari masjid, dia kembali kepada Rasulullah dengan wajah ramah berseri. Ia berkata, “Ya Rasulullah, aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muahammad Rasul Allah.”
Rasulullah tersenyum dan bertanya, “Mengapa engkau tidak mengucapkannya ketika aku memerintahkan kepadamu?” Tsumamah menjawab, “Aku tidak mengucapkannya ketika masih belum kau bebaskan karena khawatir ada yang menganggap aku masuk Islam karena takut kepadamu. Namun setelah engkau bebaskan, aku masuk Islam semata-mata karena mengharap keredhaan Allah Robbul Alamin.”
Pada suatu kesempatan, Tsumamah bin Itsal berkata, “Ketika aku memasuki kota Madinah, tiada yang lebih kubenci dari Muhammad. Tetapi setelah aku meninggalkan kota itu, tiada seorang pun di muka bumi yang lebih kucintai selain Muhammad Rasulullah SAW .” Subhanallah. Wallahu A’lam.
Oleh : Rosyidin Efendi, MA